Gempa dan Hidup
Di tengah tidur nyenyak semalam, saya terbangun karena goyangan gempa. Ternyata memang terjadi gempa berkekuatan 5.3 SR tak jauh dari tempat saya tinggal. Gempa sudah menjadi hal biasa yang terjadi di Jepang. Maka tidak ada suara panik dari tetangga sebelah atau seberang jalanan. Hanya beberapa teman yang terbangun dan mengabarkan di grup whatsapp. Meski hanya 5.3 SR, saya dan beberapa teman terbangun karena merasakan goyangan dari gedung yang kami tinggali ini. Goyangan gedung yang terasa ini karena design gedung-gedung di Jepang yang disesuaikan untuk gempa. Dengan banyaknya gedung-gedung tinggi dan besarnya kemungkinan terjadi gempa, setiap bangunan selalu dipersiapkan untuk segala kemungkinan.
Sebenarnya sudah sejak dahulu kala, kuil, menara kuil dan castle tempat pertahanan saat terjadi perang menggunakan prinsip konstruksi yang mempertimbangkan gempa. Kita bisa jumpai dan pelajari saat kita mendatangi kuil dan castle tersebut. Secara umum, konstruksi tradisional Jepang mengandalkan kelenturan bangunan untuk meredam energi gempa, bukan melawan gempa dengan memperkuat kekakuan bangunan. Effect ini dikenal sebagai mass-damper effect. Atau dengan bayangan yang lebih sederhana seperti jelly/agar-agar yang disentuh tangan.
Prinsip itulah yang juga diaplikasikan pada gedung-gedung perkantoran, mall dan apartemen di Jepang. Saat ada getaran dari dalam perut bumi, gedung justru akan bergoyang mengikuti dan akhirnya meredam energi yang dihasilkan dari getaran tersebut. Barangkali seperti itulah ketika menghadapi arus dan badai kehidupan. Selain punya pondasi (iman dan pengetahuan) yang kuat, manusia harus ikut bergerak bersama getaran/arusnya supaya tetap selamat. Bukan malah memperkuat ketahanan/kekakuan diri. Dari goyangan gempa semalam saya diingatkan tak perlu takut bergerak dan berubah karena dengan itulah bagian dari keselamatan. Bahkan jauh lebih dari itu, manusia dikaruniai keluwesan untuk menjalani kehidupan ini.
0 comments:
Post a Comment