Menemukan Endah dan Rhesa
Sukses dengan album pertama, Nowhere To Go tahun 2008, lahir album kedua, Look What We’ve Found di tahun 2010. Kini di tahun 2013, Endah dan Rhesa mengeluarkan album terbarunya Escape. Tapi baiklah, kali ini saya mau membahas album kedua mereka, Look What We’ve Found. Bukan karena album ini lebih bagus atau apapun. Melainkan saya memang lagi ingin menulis yang ini, mungkin lain kali saya menuliskan dua album mereka yang lain.
Agak anomali memang saat saya merenungkan untuk menuliskan album musik, bukan buku atau film seperti biasanya. Mungkin saja keanehan ini kelanjutan dari keanehan saya yang lain yaitu membeli beberapa keping CD original dan bukan buku seperti biasanya. Atau bisa jadi karena si Maxi, laptop saya, yang keterusan ingin memutar CD original pinjaman dari teman saya.
Mendengarkan 10 lagu di album Look What We’ve Found membuat saya merasakan berbagai emosi. Musik Endah dan Rhesa tidak mainstream, tidak pula terlalu berat. Renyah dan indah, begitu saya bisa gambarkan. Dari cover album CD, saya membayangkan sebuah petualangan kehidupan. Di tempat asing, di sebuah pedalaman, di hutan. Musiknya menyenangkan. Monkey Song, Midnight Sun, Kou Kou the Fisherman, Tuimbe (Let’s Sing) berhasil membuat kepala saya bergoyang. Sementara Mirror Spell menghadirkan nuansa mistik. Ada juga lagu sedih It’s Gone yang tetap enak didengar. Wish You Were Here adalah track favorit saya. Selain karena liriknya, suara Endah begitu pas dengan petikan gitar. Sahdu dan bikin rindu.
Setelah mendengarkan dan menikmati lagu-lagu dalam album ini, saya seperti dihinggapi perasaan excited ketika menemukan hal baru, lalu muncul curiosity akan hal-hal lain. Seharusnya begitulah kehidupan, antusias dan penuh rasa ingin tahu. Bukan ikut arus dan lelah termakan waktu. Melalui Endah dan Rhesa dengan lagu-lagunya, saya diingatkan untuk selalu terbuka akan kejutan-kejutan kecil dalam hidup. Kepindahan, kepergiaan, kedatangan, makanan dan ilmu baru. Setiap hal bisa berubah dan saya (juga kita) terus belajar. Tapi tetap ada hal yang tidak pernah berubah. Saya dan kamu tahu itu.
Agak anomali memang saat saya merenungkan untuk menuliskan album musik, bukan buku atau film seperti biasanya. Mungkin saja keanehan ini kelanjutan dari keanehan saya yang lain yaitu membeli beberapa keping CD original dan bukan buku seperti biasanya. Atau bisa jadi karena si Maxi, laptop saya, yang keterusan ingin memutar CD original pinjaman dari teman saya.
Setelah menjadi pasangan duet, Endah Widiastuti dan Rhesa Aditya akhirnya menikah di tahun 2010. Mereka berdua memproduksi musik mereka sendiri. Meski cuma 2 alat musik, gitar akustik (Endah) dan bass (Rhesa), mereka mampu menghasilkan musik yang tidak bisa dianggap remeh. Less is more. Justru disitulah keistimewaan mereka. Vocal Endah dan petikan gitarnya jernih ditambah bass pengiring Rhesa. Musik mereka terasa lengkap.
Setelah mendengarkan dan menikmati lagu-lagu dalam album ini, saya seperti dihinggapi perasaan excited ketika menemukan hal baru, lalu muncul curiosity akan hal-hal lain. Seharusnya begitulah kehidupan, antusias dan penuh rasa ingin tahu. Bukan ikut arus dan lelah termakan waktu. Melalui Endah dan Rhesa dengan lagu-lagunya, saya diingatkan untuk selalu terbuka akan kejutan-kejutan kecil dalam hidup. Kepindahan, kepergiaan, kedatangan, makanan dan ilmu baru. Setiap hal bisa berubah dan saya (juga kita) terus belajar. Tapi tetap ada hal yang tidak pernah berubah. Saya dan kamu tahu itu.
0 comments:
Post a Comment