Reformasi, Katanya
Saat itu saya duduk di bangku sekolah dasar. Guru saya bercerita bahwa beberapa teman kami tidak masuk sekolah karena menjadi korban penjarahan. Saya yang masih kelas 6 SD bertanya-tanya apa itu penjarahan dan mengapa itu terjadi. Dari televisi saya melihat huru hara: pembakaran mobil/motor dan penjarahan barang-barang. Berawal dari demonstrasi para mahasiswa yang menginginkan turunnya Soeharto sebagai presiden, kemudian kekacauan terjadi. Diberitakan di televisi ada beberapa mahasiswa ditembak anggota keamanan kemudian mereka menjadi semakin berani dan bisa saja ada segerombolan orang menjadi provokator untuk merusak dan menjarah apapun di sekitarnya. Ternyata kerusuhan itu menjalar di beberapa kota, termasuk kota saya Surabaya. Entah orang-orang dari mana menjarahi toko-toko dan membuat kerusuhan. Dari televisi juga saya mendengar reformasi, sebuah gerakan atau sebuah masa baru yang dimulai dengan turunnya Soeharto sebagai presiden. Saya yang masih kelas 6 SD itu masih bertanya-tanya.
15 tahun sesudahnya, saya tinggal di kota dimana terjadi kekacauan pada pertengahan mei kala itu. Sembari mengingat kejadian dan pertanyaan-pertayaan saya yang belum terjawab, saya mencoba mencari tahu. Dari buku-buku dan berita-berita, saya tahu bahwa reformasi adalah sebuah gerakan perubahan. 32 tahun dipimpin oleh orang yang sama dengan kebijakan-kebijakan yang dirasa menghalangi kebebasan membuat warga berontak. Adalah para mahasiswa yang berani meneriakan tuntutan perubahan dan menantang penguasa saat itu untuk mundur. Yang dilawan bukan sembarangan. Sipil melawan kekuatan militer. Saat demostrasi berlangsung terdengar suara tembakan, petugas keamanan ternyata melepas tembakan. Semangat para demostran menyala, mereka semakin berani. Teriakan semakin keras, dibarengi kekacauan karena sekelompok orang merusak dan menjarah. Tak ada lagi perbedaan demonstran dan perusuh. Suasana kacau dan rusuh, kemudian mencekam. Diberitakan banyak korban luka, baik mahasiswa maupun warga, puluhan mahasiswa tertembak, beberapa orang hilang dan sampai saat ini belum ditemukan. Ada spekulasi mereka dihilangkan atau dibunuh. Sebuah gerakan perubahan yang harus dibayar mahal. Tapi apa yang bisa kita nikmati kini dari apa yang disebut reformasi?
Setelah Soeharto turun, kebijakan pemerintah ditinjau ulang dan diperbarui. Kantor-kantor berita yang sebelumnya disegel, dibuka kembali. Orang-orang bebas berkumpul dan berserikat. Lembaga-lembaga swadaya yang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat bermunculan. Demokrasi hidup. Setiap orang bebas bersuara. Setiap warga memilih sendiri pemimpinnya dan wakilnya di parlemen. Semua orang bisa jadi presiden maupun wakil rakyat asal punya pendukung.
Namun, rupanya bangsa ini belum dewasa. Ketika menjadi pemimpin, mereka lupa siapa pemberi kepercayaan itu. Bukan bertanggung jawab akan tugasnya, mereka justru mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya. Banyak orang berlomba-lomba menduduki kursi-kursi di parlemen bukan untuk memajukan bangsa melainkan mencari kekayaan sendiri. Korupsi tumbuh subur di tanah demokrasi. Kemudian janji tinggal janji. Apa ini yang dicita-citakan dari yang disebut reformasi itu? Mahasiswa memang berhasil merebut kekuasaan dari Soeharto, tapi mereka belum siap mau dibawa kemana negeri ini. Semoga peringatan reformasi ini bukan hanya sebagai nostalgia akan euforia perubahan.
2013
0 comments:
Post a Comment