Perempuan
Pada suatu jaman, entah kapan itu dimulai, gerak-gerik para perempuan dibatasi. Mereka tak boleh bersekolah untuk mengenyam pendidikan dan hanya boleh mengurus rumah tangga. Engtay dari kisah Sampek-Engtay, berpikir keras bagaimana caranya supaya ia bisa bersekolah. Akhirnya dengan kecerdikannya menyamar sebagai laki-laki, orang tuanya membolehkan ia bersekolah. Kartini yang beruntung sebagai keluarga priayi bisa bersekolah dan berkorespodensi dengan sahabatnya di Belanda. Tulisan-tulisannya menunjukkan pemberontakannya pada tradisi kolonial yang membuat perempuan sebagai orang nomor dua. Dan kisah perempuan-perempuan lain yang tidak tinggal diam sebagai orang nomor dua.
Sampai saat inipun dalam tradisi, budaya, bahkan agama, masih menempatkan perempuan sebagai yang kedua. Dalam kisah penciptaan, Tuhan menciptakan laki-laki menurut gambar dan citraNya. Jadi tidak ada yang satu melebihi yang lain. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, sang laki-laki, melambangkan bahwa keduanya ada untuk saling melengkapi. Bisa jadi sistem dalam masyarakatlah memunculkan istilah patriarki dan matriarki. Garis keturunan diturunkan dari laki-laki (patriarki) atau perempuan (matriarki). Patriarki digunakan sebagai istilah ketika laki-laki menjadi pemimpin dan menempatkan perempuan sebagai nomor dua. Padahal banyak kita temui dibelakang laki-laki yang berhasil ada perempuan hebat di belakangnya. Itu artinya setiap orang memiliki perannya masing-masing. Yang satu tidaklah lebih dari yang lain.
Yang berhasil membunuh Bhisma yang sakti bukanlah tokoh laki-laki hebat, melainkan Srikandi yang seorang perempuan. Yang ditampaki Yesus pertama kali setelah bangkit bukan Petrus, murid laki-lakiNya, melainkan Maria Magdalena yang seorang perempuan. Masih juga meragukan peran perempuan? Jadi baik laki-laki maupun perempuan dengan kapasitasnya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk berkarya.
Selamat Hari Kartini!
0 comments:
Post a Comment