Makan
Sejak 11 Januari, saya belum menulis lagi hingga Februari datang. Selain karena sedih karena belum bisa bertemu Abang, saya juga sibuk di kantor. Obat penenang saat sedih dan capek bagi saya adalah makanan, selain buku tentu saja. Walau keren, berat saya bertambah. Dan saya mendapati beberapa teman berkomentar dengan badan saya yang terlihat makin besar.
Saya jadi ingat cerita saat Semar bertanya pada anak-anaknya: Gareng, Petruk, Bagong, "Apakah hidup itu untuk makan, atau makan itu untuk hidup?". Anak-anak Semar yakin di balik cerdas-tangkas yang tampaknya main-main dan sepele itu, terkandung jawaban nilai-nilai kehidupan yang luhur. Setelah merenung-renung, akhirnya Petruk menjawab pertanyaan bapaknya: "Hidup tidak untuk makan. Makan juga tidak untuk hidup. Orang hidup harus makan. Orang makan harus hidup. Makan dan hidup, hidup dan makan. Untuk apa makan kalau tidak hidup. Untuk apa hidup kalau tidak makan. Makanlah makanan dan hidupkan hidup. Di dalam kehidupan ada makan. Di dalam makanan ada kehidupan. Hidup adalah makan, makan adalah hidup, dua menjadi satu. Untuk satu hanya ada di nirwana. Inilah hidup."
Jadi tak apalah kalau saya makan lebih banyak asal saya harus makin hidup. Makin berolah raga juga tentunya.
2013
2 comments:
Wah.....sekali ikut kuliah filsafat, kamu langsung berfilsafat.... Kiranya memang sudah waktunya kamu berfilsafat karena sudah memenuhi ungkapan "primus venter philosophari deinde": pertama-tama perut dahulu, baru kemudian berfilsafat....
dari siapa dulu aku belajar berfilsafat :)
Post a Comment