Friday, July 20, 2012

Silence: Sebuah Refleksi


Berlatar belakang Jepang abad ke 17, Silence oleh Shusako Endo mengisahkan perjalanan Sebastian Rodrigues, seorang imam Yesuit dari Portugis, mencari keberadaan gurunya, Ferreira, dalam tugasnya menyebarkan Kritianitas. Saat itu adalah masa ketika Kristianitas di Jepang dilarang. Gereja dihancurkan dan penganutnya disiksa dan dibunuh.

Maka berbekal iman, Rodrigues bersama Garrpe, teman hidup selibatnya, berlayar dari Portugis menuju Jepang. Perjalanan laut hampir 6 bulan yang tidak mudah untuk ditempuh. Namun mereka akhirnya tiba juga di Jepang setelah kapal singgah di India dan Macau. Di Jepang, mereka harus bersembunyi di pegunungan supaya tidak tertangkap. Menemukan beberapa penganut Kristen yang masih bertahan dan meneguhkan mereka dalam kesusahan hidup adalah kebahagiaan tersendiri bagi Rodrigues. Meski dalam keterbatasan sarana Gereja, ia tetap melayani lewat mengampuni dosa dan berkotbah untuk menguatkan serta meneguhkan iman.

Rodrigues tak luput dari pengejaran pemerintah Jepang dalam memusnahkan ajaran Kristen. Ia ditangkap dan dipindahkan ke beberapa penjara. Ia menyaksikan orang-orang Kristen harus mati secara tragis karena mempertahankan imannya. Itu membuat ia semakin teguh mempertahankan iman Kristennya. Ia bahkan sudah siap mati jika ia harus mengingkari imannya.

Bukan hal mudah bagi Rodrigues untuk bertahan. Apalagi saat ia mendengar erangan kesakitan penganut Kristen yang disiksa. Para penganut Kristen akan dibebaskan jika ia mau mengingkari imannya. Pergolakan batinnya terjadi. Di mana Tuhan saat dalam kesusahan dan penderitaan umatnya. Tuhan justru diam, tidak berbuat apa-apa.


Kebenaran itu kasih

Kebenaran bukan lagi yang kita yakini benar. Kebenaran adalah kasih. Rodrigues memilih unuk menginjak-injak wajah Kristus supaya orang-orang yang disiksa itu selamat. Dibilang murtad dan menyerah, Rodrigues sadar akan keputusannya. Ia sendiri yang tahu kedalaman imannya akan Kristus. Kasih dan keselamatan orang banyak .yang akhirnya ia yakini benar.

Suatu pagi saya menelepon Abang untuk membangunkannya. Tak ada jawaban saat saya terus menghubunginya hingga satu setengah jam berlalu. Saya menyakini kebenaran tindakan saya saat saya memenuhi janji untuk membangunkannya di pagi hari. Meski sudah meminta maaf karena tidak menjawab telepon, masih saja saya terus kekeuh mempertahankan kebenaran saya. Saya lupa bahwa kebenaran adalah kasih. Kasih untuk mengampuni. Dalam kebenaran tidak ada yang menang atau kalah, benar atau salah, melainkan sebuah kehidupan yang damai, menerima perbedaan dan lekas mengampuni.

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP