Kemerdekaan dalam Burung-Burung Manyar
Diceritakan dalam Burung-Burung Manyar, sebuah roman karya YB. Mangunwijaya, Setadewa adalah anak yang lahir dari Ayah seorang Letnan Jawa keluaran Akademi Belanda dan keturunan Keraton Mangkunegara dengan Ibu seorang totok Belanda. Besar di lingkungan keraton dan bersekolah di sekolah Belanda, tidak menghalangi kesenangan Setadewa bermain dengan anak pribumi kebanyakan. Baginya, kehidupan di luar keraton begitu mengasyikan. Ia bermain di tangsi dengan pohon-pohon kenari yang besar dan rindang. yang setiap musim merontokkan ulat-ulat yang membuat noni-noni Belanda ketakutan. Yang isi buahnya gurih bisa dimakan dan kulitnya dijadikan cincin mainan.
Begitu tenang kehidupannya pada jaman kekuasaan Belanda hingga Jepang datang menguasai Indonesia. Ayahnya ditangkap karena memata-matai tentara Jepang, Ibunya harus merelakan diri menjadi gundik Jepang supaya sang Ayah bebas. Namun keduanya takkembali, Setadewa terbakar dendam pada Jepang. Akhirnya ia bergabung dengan KNIL, tentara bentukan Belanda. Bersama KNIL, ia memerangi Jepang kemudian menguasai Indonesia lagi.
Kenyataannya, begitu Jepang menyerah pada sekutu, dalam kekuasaan yang kosong di Indonesia, muncul Syahrir, Soekarno dan Hatta, serta pemuda-pemuda lain yang menginginkan kemerdekaan bangsa. Ia melihat sendiri, Syahrir dalam diplomasi kemanusiaan menarik perhatian dunia dan Soekarno, yang pandai berpidato itu membakar semangat rakyat. Ia merelakan bangsa Indonesia untuk merdeka, meski ia tahu sendiri bahwa bangsa ini belum siap.
Dalam kegagalannya membuktikan Belanda akan menang, ia pergi belajar dan akhirnya bekerja di sebuah perusahan minyak dunia. Ahli di bidang komputer dan memiliki jabatan strategis di perusahaan itu, ia menemukan perhitungan kecurangan perusahaan minyak yang beroperasi di wilayah Indonesia. Dulu ia pernah salah memusuhi bangsa ini karena rasa dendamnya pada Jepang, dan kini ia merasa perlu memberitahukan kecurangan ini karena sebenarnya cinta pada tanah airnya tak pernah putus. Ia rela diberhentikan dari perusahaan besar itu asal kekayaan bangsanya tidak dicuri. Rupanya kemerdekaan bangsa bukan berarti kesejahteraan dan kemandirian.
Kemerdekaan bukan sekedar bebas dari penjajahan asing. Setadewa melihat dan merasakan sendiri mental bangsa Indonesia saat itu masih mental bangsa kuli. Yang menunduk-nunduk di depan penguasa. Yang menunggu perintah untuk dikerjakan. Yang beraninya beramai-ramai. Romo Mangun lewat karyanya Burung-Burung Manyar mengingatkan kita kembali tentang kemerdekaan. Kemerdekaan yang memberikan kita kekebasan untuk mengelola diri/bangsa sendiri. Kemerdekaan yang membuat kita percaya pada kekuatan diri karena kita benar-benar mampu menentukan nasib kita/bangsa sendiri.
Selamat Hari Merdeka.
0 comments:
Post a Comment