Tuesday, December 5, 2017

Goro-Goro: Monolog Visual Butet Kertaredjasa


Seekor celeng (babi hutan) di atas puncak gunungan emas menyambut pengunjung memasuki ruang pameran tunggal seni visual di atas keramik Butet Kertaredjasa di Galeri Nasional. Tak cuma seekor, ada beberapa patung celeng dengan corak yang beragam tampak berbaris mengikuti celeng pemimpinnya. Sebagai simbol keserakahan, celeng-celeng itu kini semakin banyak pengikutnya. Mereka siap merampas apa saja hanya untuk kepuasan diri. Itulah sebagian dari karya seni visual Butet K. yang dipamerkan di Galeri Nasional 1-13 Desember 2017.

Selain celeng, wajah-wajah semi realis hampir memenuhi sebagian ruang pameran. Ada wajah politikus berkampanye. Ada pula wajah Sang Budha yang teduh namun terlihat sedih di matanya. Atau wajah-wajah manusia dengan kelucuan, kedunguan, kegembiraan dan kesedihannya. Butet K. berhasil menggambarkan watak dan karakter manusia dalam wajah di atas keramik.

Butet Kertaredjasa banyak dikenal sebagai seorang seniman pertunjukkan. Bermain teater dan monolog, hingga menyutradarainya. Hakim Sarmin, berbagai judul seri Indonesia Kita, Sentilan Sentilun, Jazz Gunung, dan masih banyak lagi karyanya di seni pertunjukkan. Namun demikian, seni rupa adalah mulanya. Maka lewat pameran seni visual ini, ia seperti dilahirkan kembali pada awal keasyikannya di dunia seni. Dengan kematangannya berpentas, menyutradarai dan menulis, ia membuat hasil karya visualnya kali ini sebagai bentuk refleksinya yang mendalam terhadap hidup dan lingukannya. Layaknya ia menyisipkan kritik sosial di setiap pertunjukkannya, karya seni visual inipun adalah bentuk respons, kritik bahkan gugatan pada politik, sosial, seni budaya, agama, seks, dan lain sebagainya.

Maka tak heran, karyanya beragam mulai celeng, panakawan, hingga orang suci (Yesus, Budha) dan orang yang dianggapnya suci (Gus Dur, Soekarno, Jokowi). Wajah dan situasi itu dihadirkan dalam media keramik yang disusun di atas kayu, lempengan besi, kadang diatur secara kolase ataupun terbelah karena proses pembakaran bakal keramik. Bhineka keramik menjadi gambaran pameran tunggalnya ini. Begitu jugalah ia memahami Bhineka Tunggal Ika adalah berkat sekaligus kutukan, tergantung bagaimana masyarakat Indonesia menyikapinya. 

Melalui karyanya, kita bisa melihat (dan memahami) cara pandang dan ideologi Butet K. dalam memaknai hidup sebagai seniman, orang Jawa, umat beriman, dan warga negara Indonesia.  Karena Indonesia adalah sebuah proses yang masih terus berlangsung, seperti Butet Kertaredjasa selalu dengungkan: Jangan kapok menjadi Indonesia.

2017 

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP