Friday, September 30, 2011

Candik Ala 1965

Buku pemberian Abang tercinta saat makan di Kopi Tiam Oey Salihara, yang kebetulan sedang menggelar diskusi buku tersebut. Sesuai judulnya, buku ini berkisah seputar peristiwa bersejarah tahun 1965. Bukan melulu soal sejarah dan kekisruhan politik yang terjadi jaman itu, Candik Ala 1965 ini ditulis dari pengalaman bocah perempuan kecil yang tinggal di Solo. Pada saat terjadi peristiwa 1965, ia, Nik, yang dikisahkan Tinuk R. Yampolski, masih berusia 7 tahun. Dalam keluguan sebagai kanak-kanak, Nik sudah mengalami peristiwa-peristiwa yang dibuat oleh orang-orang dewasa hingga ia tumbuh pada periode Orde Baru peninggalan peristiwa 1965. Bukan mencari dan menunjukkan mana yang benar juga mana yang salah, buku ini hanya sebuah cacatan harian perempuan Solo yang ikut merasakan dan menyaksikan peristiwa mencekam 1965 hingga dewasa melewati 3 masa pemerintahan Republik Indonesia.

Bagi Nik kecil, hari-hari semasa itu adalah hari-hari yang mencekam, keluarganya selalu setia mendengarkan berita dari radio buntut di rumah dan ia hanya memperhatikan dari jauh karna tidak diperbolehkan ikut berkumpul dengan yang lain. Di tengah ketidaktahuannya, Nik menyaksikan kakak kandungnya harus mengungsi ke tempat lain karna ditengarai menjadi simpatisan PKI, tetangga-tetangganya dibantai di balai kota, dan ayah ibunya harus menghadiri rapat ini itu. Begitulah gambaran yang ingin disampaikan Tinuk R. Yampolski tentang penumpasan PKI, partai terlarang saat itu, yang kini kita kenal peristiwa itu sebagai G30S/PKI. Mungkin banyak warga bangsa ini tidak paham betul peristiwa 1965, seperti Nik. Yang Nik tahu, dan mungkin juga warga bangsa ini, ada banyak manusia harus menjadi korban penumpasan PKI. Dan hingga saat ini tidak ada proses hukum dari tindakan tidak berperikemanusiaan tersebut.

Dalam buku ini, dikisahkan pula Nik tumbuh di masa Orde Baru yang lahir dari penguasa penumpas PKI. Masa saat menyebut komunis ataupun PKI adalah hal yang tabu, yang selalu mengingatkan betapa nistanya orang-orang yang terlibat PKI. Padahal itu mungkin saja karangan penguasa, agar warga bangsa ini lupa akan tragedi berdarah 1965. Hingga lahirnya reformasi pun, Nik terus mengikuti gejolak tanah airnya dari Connecticut tempat kini ia bermukim. Bisa jadi novel ini adalah catatan harian penulis sendiri, Tinuk R. Yampolski yang ingin agar warga bangsa Indonesia tak pernah melupakan getirnya peristiwa 1965 itu.

Maka hari ini, kita  diingatkan untuk melek bahwa sejarah bangsa ini pernah mencatat tragedi berdarah pada 1965. Dimana peristiwa itu mungkin sebuah skenario dari para penguasa yang ingin berkuasa penuh atas bangsa ini. Semoga apapun yang terjadi, bangsa ini tidak pernah diam dalam kesewenang-wenangan penguasa, tapi berani menyuarakan keadilan untuk kesejahteraan bersama.

Dan akhirnya, terimakasih untuk Abang yang sudah memberikan buku ini, dimana sejarah pun bisa dikisahkan dengan sederhana dari perpesktif kanak-kanak.

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP