dari meja makan

Saya menyukai dia. Saya juga suka makan. Makan dengan dia terutama. Dan sebetulnya bukan cuma saya yang suka makan, ia juga suka makan. Jadi, kami suka makan. Hal yang kami lakukan saat bertemu adalah makan bersama. Dan pasti sambil bercerita. Saya jarang berbicara, tapi tidak dengan dia. Apa saja saya ceritakan. Untungnya dia tidak pernah bosah mendengar cerita saya. Bisa keluh kesah, kegelisahan, ataupun harapan. Temanya bisa macam-macam: sosial, budaya, politik, kemanusiaan, religi, filsafat sampai hal remeh-temeh lain. Saya menyukainya karena dengan dari dia saya jadi tahu apa saja. Bukan cuma matematika dan teknik, hal yang dari dulu saya tekuni. Maka, di meja makan, sambil makan kami mengobrol. Dari meja makan itu pula, kami kadang mendapat pencerahan, tentang apapun. Dan dari meja makan itu pula kami punya cerita.

Pada masa awal kami berkenalan, kami duduk berhadapan saat sedang makan di warung atau restoran. Sambil tekagum-kagum padanya, malu-malu saya menanggapi ceritanya. Dia lebih banyak bertanya dan berbicara. Saya menyukai ceritanya. Maka, saya sering memintanya bertemu untuk makan sambil bercerita. Kali ini saya sudah berani berbicara dan bercerita. Karena ada banyak cerita, kami sering bertemu dan saya semakin menyukainya. Kami tidak lagi duduk berhadapan, kami duduk bersebelahan saat sedang makan. Rupanya saya senang dekat-dekat dia. Cerita kami tidak pernah habis.

Kini kami masih sering bertemu untuk bercerita. Sekarang saya memilih duduk berhadapan dengan dia saat makan supaya saya selalu bisa memandang wajahnya saat saya bercerita, memperhatikan mimik wajahnya dan menatap matanya. Saya selalu berdoa supaya bisa terus makan sambil bercerita bersama dia.