Ariah dan Jakarta
Ariah, seorang perempuan Betawi tak mau menyerah pada nasib yang mengharuskannya dinikahi Tuan Mandor. Lebih baik hidup susah dari pada hidup bergelimang harta namun tak punya kebebasan. Maka, ia hidup bersama Ibunya dan kakak perempuannya dalam keterbatasan ekonomi. Kala itu, saat Tuan Tanah semena-mena pada rakyat, Ariah ikut berteriak dan berjuang menuntut keadilan. Ia yang seorang perempuan belajar silat, ilmu bela diri asli Betawi. Ia jatuh cinta pada guru silatnya, Juki. Namun penguasa bisa melakukan apa saja, ia memisahkan Ariah dan Juki. Tak bisa mendapatkan Ariah, Tuan Mandor menyuruh anak buahnya untuk menghabisi Ariah. Dan sekali lagi, Ariah tidak menyerah, ia memilih bertarung habis-habisan dari pada dinodai harga dirinya. Ariah pun mati dengan mulia mempertahankan harga dirinya.
Pertunjukan yang bagus dan bermutu biasanya dijual dengan harga tiket yang cukup mahal dan digelar di gedung pertunjukan. Namun, Ariah, digelar di ruang terbuka. Yang mampu membeli tiket duduk di bangku penonton dan disediakan tiket lesehan bagi warga Jakarta gratis. Karena semua lapisan masyarakat juga berhak mendapat tontonan bermutu, seperti pertunjukan Ariah ini.
Begitulah saya sebagai pendatang di Jakarta, merasakan sebuah perayaan budaya. Jakarta, sebuah Indonesia kecil yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama dan latar belakang, menjadi cerminan bangsa Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Orang-orang Betawi, orang asli Jakarta mengajak warga untuk rukun dengan sesamanya dari berasal dari suku-suku lain. Sebuah harapan bersama Indonesia agar masyarakatnya rukun dan damai dalam kehidupan yang beragam ini.
1 comments:
wah, sempat nonton ini ya? dulu saya cuma nonton Matah Ati. waktu itu sempat terpikir mau nonton ini juga, tapi agak malas karena membayangkan berdesak-desakan. semoga kapan-kapan bisa nonton garapan Bu Attilah lagi.
Post a Comment