Thursday, July 28, 2011

Ronggeng Dukuh Paruk

Buku ini adalah karya Ahmad Tohari pertama yang saya baca. Buku pemberian abang tercinta saat berkunjung ke kota padat penduduk dan kendaraan bermotor maret lalu. Butuh waktu 4 bulan bagi saya untuk selesai membaca buku ini. *ketahuan malasnya kan* Sebenarnya karena selalu sering ditinggal berpergian dan ditinggal membaca bacaan lain, buku ini hampir jarang saya buka. 

Novel ini bercerita tentang kehidupan perempuan muda nan cantik di desa kecil dan melarat Dukuh Paruk, yang terpilih dan memilih menjadi seorang ronggeng. Dengan setting alam pedesaan tahun 1960an, Ahmad Tohari menggambarkan kehidupan alam yang bersahaja dan kemelut politik pada jaman itu. Ronggeng pada saat itu merupakan bentuk gairah kehidupan pedesaan. Sebuah kesenian dan hiburan rakyat diantara kemelaratan dan ketahanan hidup rakyat kebanyakan. Dukuh Paruk, dusun kecil yang jauh dari hingar bingar pembangunan jaman itu, yang masih memelihara tradisi leluhurnya untuk hidup bersyukur dalam keadaan apapun yang diberikan penyelenggara kehidupan. Itulah sikap hidup masyarakat Dukuh Paruk yang justru membuat mereka selalu tertinggal dan pasrah pada kemelaratan. Maka hanya ronggeng lah lambang kegairahan hidup mereka. Srintil adalah perempuan muda yang akhirnya dinobatkan sebagai Ronggeng Dukuh Paruk. Ronggeng tak hanya pandai menari dan menyanyi, tapi ia juga harus mau bertayub dengan lelaki manapun. Gairah, keindahan dan kemelut hati sang ronggeng adalah bagian konflik novel ini.

Dukuh Paruk pun ambil bagian dalam peristiwa 1965. Di tengah memuncaknya gairah ke-ronggeng-an di dusun itu, ditambah kebodohannya yang tidak pernah melek pada peristiwa politik dan ekonomi negara, Dukuh Paruk ikut terseret dan dituding menjadi bagian dari partai terlarang saat itu. Srintil, sang ronggeng, dipenjara dan mengalami penindasan atas kemanusiaannya. Perendahan kemanusiaan yang dialami Srintil hingga ia kembali dalam kehidupan masyarakat pada umumnya merupakan konflik jiwa sang ronggeng. Srintil ingin menjadi wanita kebayakan yang sempurna, yang bersuami dan memelihara anak-anak. Kehidupan dimana orang memandangnya sebagai manusia yang sama martabatnya tanpa mempermasalahkan masa lalunya. Pergulatan cinta Srintil diwarnai dengan pengalaman perpisahan dengan teman masa kecil hingga perjumpaan dengan orang proyek dari kota.

Buku ini merupakan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus dan Jentera Bianglala, maka tak heran ada beberapa setting konflik dan tak heran juga butuh waktu lama bagi saya untuk menyelesaikannya. Akhir buku ini digambarkan begitu tragis, sampai saya sendiri tak tega menamatkannya. Ahmad Tohari begitu detail menggambarkan kehidupan alam pedesaan, interaksi sesama makhluk, tradisi mistis yang masih terpelihara dan kesenihan rakyat yang penuh gairah tanpa pencabulan. Selain suguhan alam, Ahmad Tohari juga mengajak pembacanya kembali pada masa pemberontakan tahun 1965. Sejarah yang tak seharusnya ditutupi, yang kemudian kita tak bisa menyalahkan/menghakimi siapa pun, karna yang benar itu belum tentu baik dan yang baik itu belum tentu benar. Novel ini kaya, ada begitu banyak hal-hal yang tak layak jika dilihat dari permukaannya saja. Belum semua yang bisa temukan lalu saya tuliskan ini, tapi buku ini sudah memperkaya saya dengan caranya.

*terimakasih ya Bang bukunya, saya mau lagi! 

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP