Jakarta jam setengah enam sore
Di balkon gedung kantor berlantai 7, beberapa orang tampak merokok . Mereka asyik membicarakan pekerjaan yang tak kunjung selesai, sedang yang lain asyik berbincang pertandingan sepak bola semalam. Senyum dan tawa renyah mengalir di sela kepenatan pekerjaan hari itu. Asap rokok mengepul membebaskan beban hati dan pikiran.
Mobil dan motor berbaris menunggu lampu merah berubah menjadi hijau. Mereka tampak buru-buru dan tak banyak yang sabar menanti. Tampaknya di rumah, anak-anak rindu dipeluk dan bercerita. Dan kopi tak sabar menanti untuk dinikmati.
Seorang pria setengah baya duduk diam menghadap jendela bis. Matanya mengamati jalanan Jakarta yang penuh sesak sesesak bis yang ia tumpangi. Pikirannya melayang pada istrinya di kampung. Tiga bulan ia belum pulang memeluk dan menciumnya. Dalam sepertiga perjalanannya menuju kontrakan, ia bertekat minggu depan pulang menemui istrinya.
Rambut yang terurai ini bergerak karena tiupan angin sore. Saya menikmati Jakarta jam setengah enam sore dari balkon gedung. Awan, gedung-gedung kaca, pohon, tiang listrik, mobil dan motor di jalanan, bis dan segala macam angkutan umum. Dan kamu. Di saat semua bergegas, saya diam. Berharap suatu hari nanti saya dan kamu bisa bersama menikmati Jakarta jam setengah enam sore.
Matahari masih menampakkan sinarnya. Semilir angin sore membawa rindu dan harapan orang-orang kota. Sejuk namun tak luput dari karbon dioksida maupun monoksida. Senja dengan mahkota jingganya bersiap untuk muncul. Gerombolan awan putih di hamparan biru langit membuat sempurna lukisan sore hari.
0 comments:
Post a Comment