Nasionalisme dalam Makanan
Dua minggu yang lalu saya kesulitan mencari air minum kemasan galon. Begitu juga di kantor saya, kami harus menahan haus karena stok air habis dan banyak orang kesulitan mencari. Kalau pun dapat, harga 1 galon air naik dua kali lipat. Termasuk saya harus menyerah dengan harga yang diberikan pasar. Demikian juga, beberapa waktu lalu, tempe dan tahu sempat hilang dipasaran karena harga bahan baku, kedelai, naik.
Kalau harga premium naik karena harga minyak dunia tinggi itu sudah biasa. Tapi harga bahan pangan naik karena ekonomi dunia, tidakkah kita lebih dari prihatin. Indonesia yang disebut-sebut negara agraris, maritim, yang kaya akan beras, sayuran dan hasil laut juga harus "patuh" pada kekuatan ekonomi dunia? Nyatanya memang demikian, meski menyandang negara agraris, Indonesia masih mengimpor beras, kedelai, sayuran bahkan buah-buahan.
Bung Karno pernah berujar, "Pangan adalah urusan hidup-mati suatu bangsa". Jika pangan dikuasai bangsa lain, bagaimana bangsa ini mampu maju. Pada peringatan Hari Pangan ini, kita diingatkan untuk mandiri dalam bidang pangan. Mengkonsumsi produk pangan dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor. Makan secukupnya dan sederhana adalah bentuk kecintaan kita pada bangsa ini. Selamat Hari Pangan.
0 comments:
Post a Comment