Sunday, June 10, 2012

Tentang Soegija

Saya itu tipe orang yang tak pernah terburu-buru nonton film. Maka tidak seperti biasa, saya menonton film Soegija di hari pertama pemutarannya. Film ini berkisah seorang tokoh Katolik yang mempunyai peran penting pada masa-masa kemerdekaan bangsa. Dan tak salah jika begitu gencar promosinya di gereja-gereja dan sekolah-sekolah katolik dengan harapan seluruh umat Katolik terutama kaum mudanya bisa meneladan hidupnya yang mulia itu. Atau ada misi lain saat umat Katolik dihimbau dengan sangat untuk membeli tiket nonton Soegija yang menghabiskan dana Rp 12 milyar ini? Bersama dua orang teman, saya menonton film ini dan mendapat tempat duduk di tengah karena hampir setengah tiket yang dijual sudah dipesan oleh rombongan nonton bersama dari beberapa gereja.

Digarap oleh Garin Nugroho, film ini bercerita tentang hidup dan semangat Soegija, uskup pribumi pertama yang ikut memperjuangkan kemanusian dan kemerdekaan bangsa. Selain Soegija, dikisahkan juga seorang perawat Mariyem, dan pejuang kemerdekaan yang mengikuti semangat kebangsaan dan kemanusiaan Soegija. Ada juga Ling Ling dan keluarganya yang Tionghoa yang sering dijarah hartanya. Dengan setting waktu 1940-1949, tokoh-tokoh prajurit Belanda dan Jepang dihadirkan, bahkan penyiar radio berbahasa Jawa yang terkenal jaman itu Pak Besut, dihidupkan kembali. Disisipi guyonan sang koster yang selalu mendampingi Soegija, yang diperankan Butet Kertarajasa, membuat film ini menjadi menarik. Selain ingin menunjukkan pemikiran dan pengaruh Soegija, film ini mengingatkan kita bahwa jaman sekarang pun dalam keberagaman, kemanusiaan itu tetap satu dan seharusnya dijunjung tinggi.

Meski potongan-potongan kisah yang dialami tokoh-tokohnya terasa 'kurang' dan karakter Soegija kurang kuat, setidaknya saya masih bisa menikmati musik-musik tempo dulu dan nyanyian-nyanyian gereja yang diaransemen begitu baik oleh Djaduk Ferianto. Scene-scene indah dimana perempuan-perempuan mengendong keranjang-keranjang makanan bagi pejuang juga saat para pejuang berjalan membawa bambu runcing dengan latar belangkang sunset di pengunungan, ditampakkan begitu indah.

Film ini kira-kira ingin menyampaikan bahwa Katolik ikut memperjuangkan kemerdekaan melalui silent diplomasi Soegija dengan Vatikan untuk mengakui kedaulatan RI. Dalam ajaran Katolik, Yesus menginginkan kita seperti garam dan terang dunia. Menjadi garam yang memberi rasa pada makanan tanpa kelihatan dimana garamnya. Maka usaha kebaikan kita dalam masyarakat, bangsa dan negara hendaknya mampu dirasakan sebagai perubahan yang baik tanpa takut tidak terlihat atau terkenal.

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP