Tuesday, February 15, 2011

Sindhunata, Ramayana, dan Jogjakarta

Lewat tulisannya mengupas Piala Dunia di Kompas, saya mengenal Sindhunata. Sindhunata memang terkenal dengan tulisan-tulisan feature-nya di rubik bola di Kompas. Tulisan-tulisan yang kaya kemanusiaan itu menjadi daya tarik yang luar biasa bagi saya. Dan buku Anak Bajang Menggiring Angin menjadi pilihan pertama saya dari buku karya Sindhunata yang saya baca. Memang agak terlambat untuk sebuah karya yang terbit 1983 ini. 1000% saya tidak kecewa, saya menikmati, saya mengikuti, saya menghayati, hingga saya menemukan nilai-nilai yang ingin beliau sampaikan lewat tulisannya itu. Anak Bajang Menggiring Angin menceritakan kisah lasik Jawa, Ramayana, lebih dari kisah romantis percintaan Rama dan Sinta, saya menemukan tokoh-tokoh lain yang menarik. Bagaimana seorang tokoh digambarkan secara mendalam dalam pergumulan batinnya dan juga tertanam nilai-nilai kemanusiaan dalam hubungannya dengan tokoh-tokoh lain dan hubungannya dengan alam semesta dan Tuhan sang pencipta. Hingga tampak bahwa perjuangan Rama tidak hanya sekedar membebaskan Sinta dari cengkraman Rahwana yang menculiknya, tapi sebuah pertempuran yang menunjukkan satria yang bijaksana dalam memimpin pasukannya, yang menghayati ke-manusia-annya untuk mencari kesempurnaan lewat tapa dan menyelamatkan dunia dari kejahatan, dan suatu gambaran cinta sejati (dan juga tragis) yang mampu bertahan melawan kesepian, kerinduaan dan kemustahilan. Semua itu dibungkus sempurna dengan bahasa sastra yang kental dengan budaya Jawa.

Sebelumnya, saya pernah menonton Sendratari Ramayana yang dipentaskan pada hari-hari tertentu di Candi Prambanan Jogjakarta. September tahun lau bersama beberapa orang teman: Oers, Ana Hehe, Ana A, YuAP, Nandho. Suguhan budaya Jawa yang sempurna, kisah klasiknya yang disajikan lewat seni tari diiringi alunan gamelan yang teduh. Tak sempat membaca script yang dibagikan, saya sibuk menikmati alunan gamelan dan gerakan sang penari, alhasil saya hanya mengerti kisahnya yang happily ever after ala dongeng setelah Rama bersama Anoman dan pasukan kera membebaskan Sinta dari tangan Rahwana. Saya sudah puas dengan suguhan sendratari yang saya abadikan lewat Nikon D60 kesayangan saya tanpa benar-benar mendalami kisah Ramayana.

Buku Sindunata ini akhirnya benar-benar menyempurnakan 'Ramayana dan Jogjakarta' saya. Nilai-nilai kemanusiaan dan keilahian yang terkandung dalam kisah klasik Ramayana dan budaya Jawa yang membuat saya selalu jatuh cinta pada Jogjakarta. Lalu mengapa Sindhunata memberi judul karyanya Anak Bajang Menggiring Angin? Itulah sastra yang membuat pembaca/penikmatnya menjadi berpikir lalu bersitegang dan (semoga bisa) menemukan (apapun).

*Bang, kapan kita bersitegang lagi?

0 comments:

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP