Wednesday, February 16, 2011

Dimana Burung-burung di Bundaran HI?

Bundaran HI

Sudah lebih dari dua bulan saya menetap di Jakarta, kota dengan predikat yang bermacam-macam, mulai yang baik, buruk sampai paling buruk. Kota yang tak pernah mati, yang tak pernah sepi, yang tak pernah tidur, yang tak pernah tak macet. Tak pernah terbayang sebelumnya saya akan menempa hidup di kota ini, apalagi dengan predikat-predikat yang terkenal buruk di penjuru negeri ini. Tapi akhirnya toh saya menikmatinya, menikmati hingar bingarnya, sesaknya, sumpeknya hingga kehidupannya, sampai menikmati ketersediaan barang dan jasa di kota ini. Di kota ini, saya bisa mendapatkan apa saja, setiap barang dan jasa akan selalu tersedia. Buku-buku yang lengkap langsung dari penerbit kadang juga dengan tanda tangan sang penulis, baju dengan berbagai model mulai paling murah keluaran pasar tanah abang sampai paling mahal keluaran mall-mall kelas atas, kendaraan dengan berbagai jenis dan bentuk, benda-benda seni, dlsb. bisa didapatkan di kota ini. Makanan dari berbagai penjuru negeri hingga dunia yang dijual di tenda-tenda kaki lima atau tempat mewah pun bisa dijumpai di sini. Konser musik, pertunjukan teater hingga kesenihan lain bisa dinikmati di sini. Juga lapangan pekerjaan dari berbagai bidang bisa diperoleh di sini. Tak hanya itu, potret kemiskinan kota juga bisa dijumpai di kota ini. Betapa kisah jalanan ibukota bertolak belakang dengan hingar bingar di tempat-tempat hiburan. Betapa kemanusiaan selalu menjadi isu yang hangat. Juga betapa kekuasaan dan kekayaan menjadi dewanya manusia.

Dan kota ini pun selalu menjadi mimpi-mimpi penduduk desa yang ingin mencoba peruntungan, anak-anak muda yang mau menjadi terkenal, pemusik juga penyanyi yang mau rekaman, hingga mahasiswa-mahasiswa yang ingin menjadi pegawai pemerintah atau swasta. Demikian saya -yang sama sekali tidak tertarik dengan kota ini- pun ikut tertarik untuk mengumpulkan pengalaman juga berlian di kota ini. Saya kemudian berpapasan dengan kehidupan yang keras, mewah, germelap, juga tidak adil dan tidak beradab. Lalu dimanakah burung-burung di Bundaran HI seperti kata Sindhunata itu? Sepertinya kota ini hanya penuh dengan manusia-manusia dengan mobil-mobilnya, angkutan-angkutan kota yang tidak beradab, gedung-gedung perkatoran, mall-mall yang mewah. Mungin burung-burung enggan terbang di atas kota ini karena penuh dengan asap kendaraan bermotor dan bunyi-bunyi klakson yang tidak sabaran atau mereka takut menabrak gedung-gedung yang menjulang tinggi.

Inilah kota saya sekarang, ibukota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri, Jakarta. Jakarta memang punya ceritanya sendiri dan saya menjadi bagiannya. Jadi ingat lelucon tentang Jakarta dari rekan kantor saya: 70% suami di Jakarta itu selingkuh, dan 30% nya (selingkuh) di Puncak :D

Jakarta, Februari 2011

4 comments:

Anonymous February 18, 2011 at 3:11 PM  

Taipei aja yuk.
males ah ke Jakarta (lagi).

niken February 20, 2011 at 8:36 AM  

Taipei-Jakarta itu 11-12 lah, beda penduduknya aja :D

Anonymous February 21, 2011 at 9:36 AM  

11-12-nya kayaknya beda jauh deh =p
Jakarta macetnya membuat saya tua di jalan =))

niken February 21, 2011 at 1:28 PM  

beda macet doang,, 11-12 kan :D

About This Blog

There are what I do, see, feel, think, and dream. Enjoy it!

wishlist

Kerja di Jepang, Belanda/Paris/Italy; sepeda ontel yang keren; punya buku sendiri.
free counters

About Me

My photo
Jakarta, Indonesia
@nikenkd / process engineer / interested in process technology and nanotechnology / book addict / loves tea / likes shoots

  © Free Blogger Templates 'Photoblog II' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP